19 Maret 2015 | Kegiatan Statistik Lainnya
Kemiskinan merupakan masalah yang selalu muncul dalam proses pembangunan di berbagai belahan negara di dunia. Pada umumnya kemiskinan didefinisikan sebagai kondisi kekurangan atau tidak sejahtera, yang secara konvensional diukur dengan pendekatan moneter. Seseorang dikatakan miskin apabila tidak mampu memenuhi standar tertentu seperti garis kemiskinan atau kebutuhan kalori minimum. Amartya Sen (1976) mengemukakan sebuah pemikiran yang lebih luas mengenai kemiskinan dalam konteks pembangunan, bahwa pembangunan memberikan kebebasan bagi setiap individu untuk memenuhi sejumlah fungsi tertentu di mana fungsi tersebut terdiri dari berbagai dimensi, sehingga kemiskinan merupakan kegagalan dalam memenuhi fungsi tersebut. Menurutnya, pendapatan (moneter) merupakan salah satu dari dimensi tersebut akan tetapi dimensi lain seperti pendidikan, kesehatan, kebebasan mengemukakan pendapat, partisipasi dalam kegiatan politik dan lain sebagainya tidak dapat diabaikan. Berdasarkan pemikiran tersebut, kemiskinan atau sebaliknya kesejahteraan mulai dipahami sebagai fenomena multidimensi.
Indonesia melalui Badan Pusat Statistik (BPS) mengukur kemiskinan dengan menggunakan pendekatan moneter yaitu garis kemiskinan makanan dan nonmakanan sebagai titik potong antara penduduk miskin dan tidak miskin. Penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan dikategorikan mengalami kemiskinan moneter. Pengukuran dengan hanya menggunakan dimensi moneter (unidimensional) saja merupakan proksi kemiskinan yang baik namun tidak mampu menangkap semua aspek kesejahteraan. Studi yang dilakukan Franco et. al (2002) di India menemukan bahwa sebesar 60 persen rumah tangga yang dikategorikan tidak miskin secara moneter tidak mampu memenuhi fungsi pendidikan (Laderchi, Saith, & Stewart, 2003). Dengan memperhitungkan dimensi lain dari kemiskinan, dapat diperoleh gambaran utuh tentang bagaimana rumah tangga dapat bertahan bukan sekedar apa yang diperolehnya (Finley, 2003).
Dengan menerapkan metode yang dikembangkan Alkire dan Foster (2007) penelitian ini bertujuan untuk mengukur tingkat kemiskinan multidimensi di Papua dengan dimensi, titik potong, dan pembobot yang sama. Dimensi yang digunakan adalah pendidikan, kesehatan dan nutrisi, serta standar hidup yang masing-masing dimensi disusun oleh beberapa indikator. Ada beberapa modifikasi yang dilakukan mengingat keterbatasan informasi yang dapat disediakan oleh sumber data (Survei Sosial Ekonomi Nasional/ Susenas). Modifikasi pertama pada dimensi pendidikan, titik potong indikator lama sekolah yang digunakan dalam penelitian sebelumnya adalah lima tahun sedangkan pada penelitian ini digunakan lama sekolah minimal sembilan tahun yang disesuaikan dengan program wajib belajar sembilan tahun oleh pemerintah. Modifikasi kedua pada dimensi kesehatan dan nutrisi digunakan pendekatan konsumsi kalori dan protein rumah tangga sebagai pengganti indikator kematian anak dalam rumah tangga dan malnutrisi yang diukur dari body mass index (BMI).
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai kondisi kemiskinan dalam sudut pandangan multidimensi. Sehingga dapat memberikan sumbangan terhadap berbagai strategi penanggulangan kemiskinan yang telah ada.
Berita dan Siaran Pers Terkait
Rakorda ST2023 BPS Provinsi Papua, Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan Tahun 2024
Kunjungan BPS Provinsi Papua ke Dinas Pertanian dan Pangan Provinsi Papua
KONSERDA PDRB Provinsi Papua
Silaturahmi BPS Provinsi Papua
Penandatanganan Perjanjian Kinerja BPS Provinsi Papua
Silahturami: Buka Bersama BPS Provinsi Papua
Badan Pusat Statistik
Badan Pusat Statistik Provinsi Papua
(BPS-Statistics of Papua Province)
Jl. Dr. Sam Ratulangi Dok II Jayapura 99112
Telp. (0967) 5165 999; 5165 107
Hp : 0821 24 535 535 Email : pst9400@bps.go.id