Manual Tautan Peta Situs S&K
Slidebars Logo Logo Berakhlak
  • Beranda
  • Tentang Kami
  • Berita
  • Senarai Rencana Terbit
    • ARC Publikasi BPS
    • ARC BRS
  • Publikasi
  • Berita Resmi Statistik
  • Layanan
  • PPID
DATA SENSUS
Beranda » Kegiatan Statistik » Decentralisation in Indonesia and Uganda: A review.

Sosial dan
Kependudukan

Gender

Geografi

Iklim

Indeks Pembangunan Desa

Indeks Pembangunan Manusia

Kemiskinan dan Ketimpangan

Kependudukan

Kesehatan

Konsumsi dan Pengeluaran

Lingkungan Hidup

Pemerintahan

Pendidikan

Perumahan

Politik dan Keamanan

Tenaga Kerja

Ekonomi dan
Perdagangan

Ekspor-Impor

Energi

Indeks Tendensi Konsumen

Industri

Inflasi

Input Output

Keuangan

Komunikasi

Konstruksi

Nilai Tukar Petani

Pariwisata

PDRB (Lapangan Usaha)

PDRB (Pengeluaran)

Produk Domestik Regional Bruto

Transportasi

Pertanian dan
Pertambangan

Hortikultura

Kehutanan

Perikanan

Perkebunan

Pertambangan

Peternakan

Tanaman Pangan

Media Sosial
Facebook Instagram
Twitter Youtube
RSS FEEDS
Berita Resmi Statistik
Publikasi

Decentralisation in Indonesia and Uganda: A review.

Selama tiga dekade terakhir, desentralisasi/pemekaran merupakan isu yang hangat di negara-negara berkembang, terutama yang berkenaan dengan kekuasaan politik dan ekonomi (Manor, 1999, p. 1). Desentralisasi dianggap sebagai faktor signifikan dalam tercapainya partisipasi demokrasi sampai ke tingkat daerah (Bossuyt & Gould, 2000, p. 4) dan pembagian kekuasaaan ke daerah dalam kerangka perekonomian nasional (Bardhan & Mookherjee, 2006). Desentralisasi juga dianggap sebagai landasan dari struktur tata pemerintahan yang baik di era modern (modern good governance structure) (Goetz, 2000, p. 3). Ada empat tipe desentralisasi yang umumnya kita kenal saat ini yaitu: dekonsentrasi, delegasi, devolusi dan privatisasi (Muriisa 2008, pp. 85-86).  

Tahukah anda, bahwa Indonesia dianggap sebagai “the most decentralised country in the world” (Hofman & Kaiser, 2004, p. 1)? Indonesia juga memenuhi berbagai kriteria untuk mencapai desentralisasi yang efektif seperti sistem politik yang mengijinkan banyak partai, kebebasan media/pers, dan kebebasan berpendapat yang memungkinkan masyarakat di daerah untuk menyampaikan keluhannya kepada pemerintah pusat (Keith, 2005, p. 5). Berdasarkan Undang-Undang no. 22 nomor 25 tahun 1999, Indonesia mengadaptasi jenis desentralisasi devolusi (Ahmad & Mansoor, 2000, p. 3). Menurut undang-undang ini, desentraliasi di Indoneisa bertujuan untuk menciptakan pemerintahan yang merakyat; lebih bertanggung jawab; responsif dan akuntabel; kompetitif dalam memenuhi kebutuhan masyarakat; dan kredibel dalam pengelolaan pajak. Devolusi sendiri adalah sistem desentralisasi yang melakukan transfer kekuasaan, kewenangan dan fungsi secara substansial dari pusat ke daerah dimana pemerintah daerah memiliki wewenang yang signifikan dan independen terhadap keuangan dan legitimasi hukum tanpa intervensi pemerintah pusat. 

Namun, pertanyaan yang muncul kemudian adalah apakah desentralisasi di Indonesia saat ini efektif? Di Indonesia, transfer ke pemerintah daerah mencapai 6% dari PDB, yang 80% diantaranya diturunkan ke level terbawah (kabupaten/kota dan distrik) (Lewis 2014). Hal ini sangat berbeda jauh dibandingkan negara berkembang lain seperti India dan Philipina yang transfer daerahnya hanya mencapai masing-masing 0.4% dan 3% (Lewis, 2014). Namun dari studi terbaru, pemerintah daerah Indonesia tidak menggunakan dana transfer ini dengan efisien dan efektif. Bukti empiris juga menambahkan bahwa spending yang dilakukan oleh pemerintah  memiliki efek yang sangat minim terhadap pelayanan bagi masyarakat (Lewis, 2014).Jika kita lihat sektor pendidikan dan kesehatan setelah masa desentralisasi, pendidikan menjadi sektor dengan spending terbesar di Indonesia, mencapai  hampir 15% dari total belanja negara tahun 2004 yang mayoritas digunakan di level propinsi (Simatupang, 2009, p. 17). Menurut penelitian yang dilakukan oleh  Rentanida Renata Simatupang pada tahun 2009 yang menggunakan data susenas dan podes, pendidikan merupakan sektor yang paling diuntungkan dari desentralisasi dan menghasilkan dampak positif pada indikator-indikator kuantitatifnya. Namun, hal ini tidak terjadi pada sektor kesehatan (pp. 80-81). Indikator-indikator seperti penggunaan fasilitas kesehatan, jumlah kelahiran yang dibantu petugas kesehatan, vaksinasi, konstrasepsi dan beberapa indikator kuantitatif lain justru menurun di beberapa kabupaten (Simatupang, 2009, p. 85-86). 

Pada kesimpulannya, dampak dari desentralisasi tidak dapat disamaratakan dengan mudah karena penelitian di berbagai negara membuktikan hasil yang kontradiktif dan berbeda sekalipun diujikan pada sektor yang sama. Di Uganda yang juga menerapkan devolusi misalnya, sektor kesehatan justru mengalami dampak positif, seperti meningkatnya akses masyarakat ke sarana kesehatan (Okidi and Guloba, 2008). Pada prakteknya, desentralisasi memerlukan faktor-faktor dan lingkungan yang mendukung akuntabilitas pemerintah dalam mencapai target-target yang telah ditetapkan (Kristiansen & Pratikno, 2006, p. 528). Akuntabilitas, kerangka kerja pelayanan masyarakat, dan aparatur negara pelaksana pelayanan masyarakat menjadi kendala-kendala yang harus diberi perhatian khusus. Di banyak penelitian terhadap dampak desentralisasi, kurangnya transparansi dalam penggunaan sumber daya alam; lemahnya pengawasan dan pelaporan keuangan; dan meningkatnya korupsi menjadi masalah yang sering muncul. Bukan hanya pada indikator-indikator kuantitatifnya, pembangunan yang berhasil dan berkelanjutan hendaknya juga memperhatikan indikator-indikator kualitatif, yang pada akhirnya tidak bisa hanya bergantung pada desentralisasi semata, tapi juga pada perbaikan kebijakan nasional yang lebih merakyat.
(Dirangkum dari Essay: Decentralisation in Uganda and Indonesia. A review)


by Kristin Oktanita

Selengkapnya download disini

Lihat Kegiatan Lain
MOHON MAAF Pelayanan Statistik Terpadu (PST) BPS Provinsi Papua Sementara Ditutup. Pelayanan Saat Ini Dialihkan Pukul 08:00 - 15:30 WIT, Melalui: Live Chat https://papua.bps.go.id & Whatsapp Chat 081344104270 || [TELAH RILIS] Provinsi Papua Dalam Angka 2022, dapat diunduh di sini atau di aplikasi AllStat

Badan Pusat Statistik Provinsi Papua (Statistics of Papua Province)

Jl. Dr. Sam Ratulangi Dok II Jayapura 99112 Telp. (0967) 5165 999, 5165 107

Email : pst9400@bps.go.id

Untuk tampilan terbaik Anda dapat gunakan berbagai jenis browser kecuali IE, Mozilla Firefox 3-, and Safari 3.2- dengan lebar minimum browser beresolusi 275 pixel.

Hak Cipta © 2023 Badan Pusat Statistik

Semua Hak Dilindungi

  • Beranda
  • Tentang Kami
  • Berita
  • Senarai Rencana Terbit
  • Publikasi
  • Berita Resmi Statistik
  • Layanan
  • PPID
  • Tautan
    • Indikator Strategis
    • Galeri Infografis
    • Tabel Dinamis
    • Istilah
    • Katalog Datamikro
    • Metadata
    • Reformasi Birokrasi
    • Master File Desa
    • SPK Online
    • Pengaduan
    • LPSE
    • Sekolah Tinggi Ilmu Statistik
    • Pusat Pendidikan dan Latihan BPS
  • Hak Cipta © Badan Pusat Statistik Republik Indonesia

Sosial dan
Kependudukan

Gender

Geografi

Iklim

Indeks Pembangunan Desa

Indeks Pembangunan Manusia

Kemiskinan dan Ketimpangan

Kependudukan

Kesehatan

Konsumsi dan Pengeluaran

Lingkungan Hidup

Pemerintahan

Pendidikan

Perumahan

Politik dan Keamanan

Tenaga Kerja

Ekonomi dan
Perdagangan

Ekspor-Impor

Energi

Indeks Tendensi Konsumen

Industri

Inflasi

Input Output

Keuangan

Komunikasi

Konstruksi

Nilai Tukar Petani

Pariwisata

PDRB (Lapangan Usaha)

PDRB (Pengeluaran)

Produk Domestik Regional Bruto

Transportasi

Pertanian dan
Pertambangan

Hortikultura

Kehutanan

Perikanan

Perkebunan

Pertambangan

Peternakan

Tanaman Pangan